Dari SBMPTN 2013 ke Daftar Ulang (Curcol) [Part 1 of 2]
Panas. Kota
ini panas. Aku harus berkali-kali menyeka keringat yang mengalir di leher
hingga ke dada dan punggungku. Sial, kertas di hadapanku mungkin bisa lecet
jika terus seperti ini. Aku harus menarik kedua tanganku lalu menyekanya ke
baju agar cepat kering.
Kulirik
orang yang berada di sebelah kananku. Ia tampak depresi dan pusing saat melihat
ke arah beberapa lembar kertas di atas mejanya. Bukan hanya ia saja tetapi
hampir semua orang di dalam ruangan ini dalam keadaan demikian.
“Ini
mengerikan,” gumamku sambil memainkan pensil 2B di tangan kananku.
Pakaian
batik yang kupakai sudah basah oleh keringat dari punggungku. Otakku terasa
sangat lelah untuk berpikir. Kertas bergaris biru di mejaku masih cukup bersih
dari coretan pensil 2B, ini sangat buruk. Waktu terasa semakin mencekik.
Seandainya
saja jika saat ini aku berada di tempat yang sangat sepi, hanya ada aku sendiri
beserta lembaran kertas mengerikan ini, aku pasti akan segera histeris sambil
mencakar wajahku. Astaga, fantasiku begitu berlebihan.
Tidak, aku
tidak berada di ruangan interogasi atau rumah sakit jiwa. Aku ada di dalam
ruang kuliah suatu kampus, menatap beberapa lembar kertas berisi soal SBMPTN
yang amat sangat unik. Aku tidak sendirian, aku bersama puluhan “musuh” yang
juga mengincar kursi di PTN ini. Ini perang dingin. Ini perang mental. Ini
membuatku gila!!
Sial, ini
belum apa-apa. Ini hanya awal. Hanya ini tembok yang harus kulalui agar bisa
menjadi mahasiswa. Hanya satu langkah kecil selama dua hari ini saja.
□□□
*datang pake
sapu terbang Harry Potter* yo, ketemu lagi, guys!
Bagaimana kabar kalian? Tersiksalah kalian yang sedang galau! Tetap semangat
bagi para pembaca dan makhluk transparan yang sedang melayang di tengah-tengah
sana.
Hari ini
saya kembali dengan artikel *uhuk* maksud saya curhatan saya yang begitu labil.
Pada artikel curcol sebelumnya, saya udah menceritakan pengalaman (lebih
tepatnya kisah aneh) saya saat mengikuti dan melalui SNMPTN 2013. Well, dengan penuh wibawa saya gagal
pada SNMPTN 2013 *dramatis*. Kali ini saya kembali dengan kisah kasih *ehem*
kisah aneh yang lebih aneh lagi! *aneh* pasang helm dan sarung tangan kalian,
anak-anak! Kita melesat cepat!
SBMPTN.
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Keren, kan? Apa yang ada di
benak kalian? SBMPTN merupakan salah satu metode penyaringan mahasiswa baru
melalui jalur tes tertulis yang disponsori....eh, diikuti oleh puluhan PTN yang
tersebar di Indonesia ini. Para peserta SBMPTN sendiri bisa diikuti oleh siswa
SMA lulusan tahun 2011, 2012, dan 2013 serta para peserta yang gagal di SNMPTN
2013.
Oke, seperti
biasa, di era yang sudah modern dan dipenuhi search engine ini, saya gak akan menjelaskan panjang kali lebar
kali tinggi tentang apa itu SBMPTN. Halo! Manfaatkanlah Google, guys! Saya cuma menceritakan betapa
labilnya saya mengikuti SBMPTN. Hitung-hitung berbagi pengalaman dund.
Tiga hari
sejak pengumuman SNMPTN, pagi hari yang cerah, saya udah memegang uang untuk
biaya pendaftaran SBMPTN 2013. Hari ini adalah hari di mana saya akan menempuh
perjalanan sejauh ratusan kilometer untuk mencapai Bank Mandiri, bank yang
berkerja sama dengan SBMPTN untuk “menampung” uang pendaftaran. Inilah sulitnya
tinggal di kota yang tidak memiliki Bank Mandiri, musti “tour” ke kota lain dulu. Lain kali, bekerja samalah dengan BRI aja,
ya.
Saya segera
membawa barang-barang yang diperlukan lalu memasukkannya ke dalam tas. Yeah,
saya siap menempuh hubungan *ehem* perjalanan jarak jauh ini dengan sepeda
motor yang butut. Beberapa hari sebelumnya saya udah mencari informasi tentang
siklus pendaftaran SBMPTN 2013 ini di internet.
Nyaris mirip cara pendaftaran SNMPTN 2013 aja, sih. Cuma bedanya yang ini bayar
(ya iyalah).
Karena jarak
perjalanan yang jauh, saya skip
hingga saya sampai ke bank aja, ya. JREENG! Saya udah sampai bank, nih! *ajaib*
setelah sampai di halaman bank, saya merapikan pakaian saya lalu menyiapkan
uang. Setelah memastikan wajah saya masih ganteng, saya dengan penuh wibawa
langsung masuk ke dalam bank ini. Sial, ternyata bank lagi penuh gini.
Saat baru
masuk, satpam bank ini menghampiri saya dan menanyakan keperluan saya.
“Mau bayar
biaya pendaftaran SBMPTN, Pak,” jawab saya.
Satpam itu
membawa saya ke pojok ruangan yang ada meja sambil menyerahkan formulir yang
harus diisi. Di meja itu saya segera mengisi data diri dan memilih kelompok
ujian yang akan diikuti.
Ada tiga
kelompok ujian yang disediakan, yaitu: SAINTEK, SOSHUM, dan Campuran (SAINTEK
dan SOSHUM dibundel jadi satu). Ibaratnya itu kayak IPA dan IPS aja, gak
beda-beda jauh. Untuk SAINTEK dan SOSHUM biayanya Rp. 175.000, sedangkan
campuran biayanya Rp. 200.000. Karena saya mengincar prodi matematika aja, saya
cukup mengikuti yang SAINTEK.
Setelah
formulir diisi lengkap, dengan wajah datar saya kemudian berdiri untuk
mengantre bersama puluhan orang lainnya. Beberapa yang antre juga rupanya ada
yang mau mengikuti SBMPTN. Oke, kita skip
lagi karena antreannya panjang banget.
Setelah
proses transaksi yang berlangsung secara dramatis telah selesai, saya akhirnya
mendapatkan PIN dan KAP yang diperlukan untuk pendaftaran. Saya buru-buru
keluar dan menyerbu warnet langganan yang ada di dekat sekolah saya (yang
memang ada di kota ini).
Sekali lagi,
saya datang dengan ekspresi wajah abstrak, sebatang flashdisk berisi file
foto saya, duit yang kali ini cukup banyak, dan niat yang di atas rata-rata.
Seperti biasa, saya lebih dulu membuka Facebook
dan membaca komik online bajakan
sebelum membuka website SBMPTN. Setelah membacot gak jelas di FB, saya pun
memulai proses pendaftaran.
Data yang
diminta cukup banyak. Sampai data orang tua dan penghasilan orang tua juga
turut diminta (untuk keperluan data membuat UKT mahasiswa PTN nanti). Setelah
proses labil yang begitu “ugh” itu selesai, pendaftaran pun selesai! *bersorak
nyaring* saya langsung men-download
album lagu J-Pop dund.
Ah, ya,
SBMPTN mengizinkan kita untuk memilih hingga tiga target jurusan di PTN yang
berbeda. Jadi, saya mengisi prioritas satu dan dua dengan PTN lokal di jurusan
Pendidikan Matematika dan TIK lalu prioritas tiga saya isi dengan PTN di Jawa
Barat di jurusan Matematika (murni) *saking bingungnya mau ngisi apa*. Agak kecewa juga, sih, waktu tau PTN lokal
ini gak punya jurusan matematika yang murni (bukan pendidikan/FKIP). Yah, ambil
yang mirip-mirip aja deh daripada tidak sama sekali.
Setelah
selesai melakukan hal-hal penting, saya segera log out. Sebelum pulang ke kota tempat saya tinggal, saya
memutuskan untuk lewat di depan sekolah saya yang ada di kota ini. Hmm,
masa-masa SMA sudah berakhir. Akhirnya, sore harinya saya kembali ke kota
tempat saya tinggal. Satu hari pulang-pergi ratusan kilometer cuma buat bayar
pendaftaran. Oke, ada waktu sekitar dua minggu sebelum tes dimulai!
Dua minggu
lagi tes SBMPTN! Tanggal 18 - 19 Juni 2013! Dengan penuh semangat saya langsung
menghabiskan waktu saya buat baca komik dan nonton anime! Teman-teman saya cuma bisa geleng-geleng melihat kelakuan
saya yang kayak gini. Aduh, semuanya pada perhatian deh (?).
Tenang, di
saat-saat waktu terakhir itu saya sempat belajar pelajaran matematika dan kimia, kok. Senjata saya
adalah hitung-hitungan dan logika. Saya harus berjuang untuk pelajaran
hitung-hitungan. Karena itu saya genjot mati-matian buat belajar matematika,
kimia, dan fisika. Biologi? Lupakan. Belajar biologi bagi saya cuma mitos. Gak
bakal bisa masuk-masuk deh. Bahasa Indonesia sama sekali GAK ADA BELAJAR.
Bahasa Inggris cuma baca kamus dan belajar tense
doang. Lihat betapa saya sangat berjuang sekuat tenaga. (kayaknya ada yang gak
bener, deh)
Saat itu
saya belum punya tempat tinggal di kota tempat panlok (panitia lokal, tempat
tes) berada, jadi saya harus menumpang di rumah salah seorang anak dari teman
ibu saya. Untung saya akrab dengan anak itu. Kebetulan dia calon kakak tingkat
saya nanti dan sekitar tiga tahun di atas saya.
Tanggal 16
Juni, Minggu, sekitar jam dua siang, saya sudah bersiap untuk pergi ke Palangka
Raya. Saya rupanya satu taksi dengan beberapa teman masa SMP saya yang juga
akan mengikuti tes SBMPTN. Beberapa ada juga yang akan mendaftar ulang karena
sebelumnya telah lulus SNMPTN. Ah, bikin iri aja, deh. #suram
Setelah
perjalanan ratusan kilometer (yang saya isi dengan tertidur sepanjang jalan),
saya pun tiba di Palangka Raya. Taksi mengantar semua teman-teman saya dan
mengantar saya paling terakhir ke rumah Kak Peni, tempat di mana empat hari ini
saya akan mengadu nasib. Hiks. Saat itu udah malam banget. Sekitar jam enam,
deh (gak malam-malam amat).
Karena udah
capek, setelah mandi dan makan di rumah kakak itu, saya langsung tidur sambil
diiringi lagu-lagu galau dari Secondhand
Serenade.
Tuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuttt.....................
Pagi pun
tiba!!! Tanggal 17!! Hari ini rupanya Kak Peni kedatangan tamu. Keluarganya.
Laki-laki seumuran saya yang juga berniat mengikuti SBMPTN. Jalan hidup berkata
lain rupanya. Laki-laki ini mengalami kerusakan data online sehingga data dan
formulirnya tidak bisa diunggah maupun diunduh. Dia gak bisa ikut SBMPTN dan
terpaksa ikut UMB-PT (seleksi yang diikuti oleh sangat sedikit PTN dan PTS.
Kebetulan PTN lokal yang kami tuju juga ikut di sini).
Setelah
seharian guling-guling gak jelas di rumah ini, sore harinya akhirnya dia pulang
ke rumahnya yang ada di kota lain. Oh, my
gosh! Tesnya itu besok! Malamnya saya menyempatkan diri belajar biologi.
Tau bab apa yang ngeselin di biologi? Itu, yang ada mitosis, meiosis, dan
sejenisnya. Bisa lupa-lupa gitu deh.
Setelah
selesai (sebenarnya karena udah bosan) belajar, saya memutuskan untuk tidur
sambil diiringi lagu-lagu dari band The Fray.
Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittt..................
Pagi kembali
tiba. There is war today! Prepare your
weapons, comrades!! Pensil 2B, penghapus, nyali, dan kartu peserta. Oke,
semuanya sudah siap. Setelah berpakaian rapi dan memasukkan peralatan ke dalam
tas, saya segera diantar oleh Kak Peni ke kampus. Gak terlalu jauh tapi gak
terlalu dekat, sih, jarak rumahnya ke kampus. *gak konsisten banget, deh*
Pas sampai
kampus. OH, SH***IT...!!! Luas ini
kampus sama kayak luas kota tempat saya tinggal. Welcome to UNPAR, Universitas Palangka Raya, di mana kalau sampai
gak hafal jalan, bisa tersesat di kampus. #ngaco
Jujur aja,
waktu itu saya belum ngecek sama sekali ruangan saya ada di mana. Padahal
tanggal 17 itu seharusnya saya udah ngecek ruangan saya tapi saya, kan, lagi
sibuk baca komik di laptop *pasang tampang moe*.
Saya cuma tau kalau ruangan saya ada di ruangan 1 prodi Pend. Teknik Bangunan.
Karena gak mau merepotkan Kak Peni, saya memutuskan buat jalan sendiri dan
nanya-nanya ke orang-orang atau teman saya yang mungkin bisa ketemu di
lingkungan kampus.
Woooo! Gak
nyangka, ketemu sama kakak Dede Reynaldi, kakak kelas saya waktu SMA yang
terkenal punya otak encer (encer? Berarti ada kelainan otak dong?). Pokoknya
dia ini pintar gitu, deh. Tahun lalu dia kurang beruntung karena belum bisa
masuk ke kedokteran di PTN bergengsi di Jawa sehingga tahun ini dia mencoba
mengadu nasib dengan mengincar semua jurusan serba kesehatan (kedokteran dan
farmasi) di salah satu PTN di Jawa. Untuk jaga-jaga, dia sudah memesan satu
kursi di PTS, sih. Jadinya dia enjoy
aja ikut ini SBMPTN.
Kebetulan
Kak Dede tau ruangan saya ada di mana. Akhirnya sambil jalan-jalan dia
ngantarin saya ke ruangan saya. Setelah mengecek kursi saya ada di mana, kami
berbincang-bincang di luar ruangan. Dia sempat juga berkenalan dengan peserta
tes yang lain. Saya? Saya cuma bengong sambil megang HP. Gila, jaringan GPRS di
kampus ini mantap banget dah! Internet
lancar jaya!
Setelah
waktu udah hampir tega menunjuk ke jam 07.30, Kak Dede pamit buat pergi
ruangannya yang agak jauh. Saya cuma bisa melanjutkan kebengongan saya di depan
ruangan tes sambil memerhatikan gaya berbusana “anak kota”.
Rata-rata
yang cowok pada pake baju berlengan pendek berkancing digabung dengan celana jeans yang ketat abis, dah. Itu ujung
celananya maksa banget sempit kayak gitu. Untuk cewek, rata-rata celananya juga
kayak yang cowok, bajunya lengan pendek berwarna cerah tapi tetap sopan.
Saya? Baju
batik biru khas (seragam dinas sekolah saya yang udah dicabut label namanya)
digabung dengan celana jeans yang
longgar gak ketat sehingga memudahkan gerakan kaki saya. Gak lupa juga pake
jaket biru polos. Ayolah, tren itu perhitungkan kenyamanan juga dong. Jangan
demi ikutan tren membuat Anda maksa banget. Yang penting otak Anda cerdas, tren
bisa Anda ciptakan. Ngapain saya maksa pake celana jeans “kekecilan” kayak mereka? Penampilan aneh saya membuat saya
jadi pusat perhatian untuk sesaat. Haha, satu-satunya yang pake baju batik
unik.
Terdengar
bunyi bel bersamaan dengan munculnya tiga pengawas yang mengarah ke ruangan
tempat saya tes. Sudah dimulai! Kami masuk, duduk di kursi masing-masing,
mendengarkan pengarahan dari pengawas selama beberapa menit, mengisi biodata di
LJK, ditunjukkan tempat naskah soal yang masih tersegel oleh Hakke Fuin Yondaime Hokage Minato
Namikaze, lalu diberikan kertas soal.
Stage 1: Tes Podensi Akademik (TPA). Ini
paling mudah di antara yang lainnya. Semua yang hitung-hitungan yang ada di
bagian akhir habis saya lahap. Berbanding terbalik, beberapa orang malah mudah
mengisi bagian awal yang merupakan soal cukup sulit bagi saya. [Mobil ~ Motor ~
Sepeda] = titik-titik.......... jawabannya: [Sapi ~ Ayam ~ Bebek]. Gimana?
Dapat logikanya, gak? Ngerti clue-nya,
kan? Itu sebagian contoh soal TPA bagian awal yang kadang bikin bingung.
Hitung-hitungan
lebih sederhana loh! 1, 3, 3, 6, 9, 12,
27, 24, .... , .... , isi dari dua titik-titik itu adalah 81 dan 48. Dapat
logikanya, kan? Cukup mudah, kan? Trus ada beberapa soal deret arimetika dan
deret geometri serta geometri ruang yang lumayan sangar.
30 menit
berlalu. Beberapa peserta udah ada yang garuk-garuk kepala, termasuk saya. Ck,
gimana gak garuk-garuk kepala, 30 menit udah berlalu tapi soal yang dijawab
masih 40%. Saya membolak-balik naskah soal itu sampai puluhan kali berharap ada
soal yang mungkin bisa saya pecahkan. Astaga, ternyata saya cuma menyapu bersih
yang hitung-hitungan dan menyisakan soal-soal “kesetaraan” di awal. Mau gak mau
musti ngerjakan soal-soal yang di awal nih.
Astaga, ini
mengerikan!! Saya harus mencakar muka saya karena sama sekali gak bisa menjawab
soal-soal di awal ini!! Saat saya melirik ke peserta-peserta yang ada di
sebelah saya, rata-rata mereka bisa menjawab semua. Ah, biarlah, setiap orang
punya keahliannya masing-masing. Saya iseng ngisi beberapa soal dengan menuruti
insting saya aja.
Apa? Kenapa
saya gak ngisi secara acak jawabannya? Ehem! SBMPTN memiliki sistem penilaian:
benar= +4, salah= -1, tak menjawab= 0. Nah, ketimbang salah, lebih baik gak
dijawab dund.
Waktu
semakin mencekik. Pengawas memberi tahu bahwa waktu tersisa sepuluh menit lagi.
Semua langsung mengeluh dan membuang napas panjang. Saya sendiri langsung
merapikan alat tulis saya dan menutup naskah soal. Ya, saya udah kelar ngerjainnya
walau cuma ngisi sekitar 75% aja sih. Semua yang ada di ruangan langsung
melirik ke arah saya. Bagus, cari-cari perhatiannya sukses! #dooenngg
Sepuluh
menit kemudian bel pun berbunyi dengan indah pada nada minor diiringi dengan
desahan dan lenguhan panjang para peserta (?). Kami dipersilakan meninggalkan
ruang tes untuk istirahat selama 15 menit. Stage
1 clear!
Selama jam
istirahat saya cuma bengong sambil makan pentol di halaman ruang tes. Para
peserta yang lain sibuk membicarakan betapa membunuhnya soal TPA tadi. Mereka
memilih belajar baik sendiri ataupun berkelompok untuk menghadapi tes
berikutnya.
Bel
berbunyi. Kami harus segera kembali ke ruangan lagi.
Stage 2: Tes Kemampuan Dasar Umum
(TKDU). Mencakup Matematika dasar, B. Indo, dan B. Inggris. Siklus seperti stage 1 terulang lagi tapi kali ini
naskah soalnya lumayan tebal. Santai, kids,
jangan terpengaruh dengan kata “dasar umum” pada TKDU itu. Soal-soal TKDU itu
memang dasar. Dasar sialan!! Sulit banget!! Apalagi pas kena soal matematika
yang pertidak samaan linear dua variabel dan trigonometri, saya merasa gila!!
WAAAAA!!!!! *stres*
Jangankan
matematika, soal B. Indo aja rasanya pengen mati waktu ngerjainnya.
Seumur-umuran baru kali itu aja merasa mencari ide pokok atau gagasan pokok
terasa sangat sulit lunar binasa!! Demi pisang goreng!! *cakar muka*
B. Indo aja
sulit gitu, B. Inggris gak usah ditanya lagi. Serius, soal-soal B. Inggris itu
memakai bahasa Inggris-nya orang Inggris!! Gila aja, satupun soal cerita atau
naratif di soal itu sama sekali gak bisa saya pahami. Cerita naratifnya
sederhana aja, kayak cerita dongeng, tetap aja pemahamannya ibarat pengen
menjangkau langit dari dasar laut. *mewek*
Saya
terpaksa harus menggerakkan puluhan gir dan piston di otak saya agar bisa
berpikir lebih keras dan stabil. Sekilas terlihat asap yang keluar dari
ubun-ubun. Oke, cukup bercandanya. Saya harus mati-matian ngerjain soal
matematika supaya nutupin nilai B. Inggris yang bakal anjlok itu. Mental saya
sempat ditusuk dengan kasar kala melihat peserta di sebelah sanggup ngerjain
hampir semua soal B. Indo. Tenang, soal matematika dia masih “bersih”.
Waktu
tinggal 30 menit lagi dan saya dengan bangga baru ngerjain 40% soal. Hebat.
HEBAT!! Gimana mau lulus ini!!!!
Hingga
akhirnya saya harus membuat gebrakan yang amat besar! Yaitu membuat artikel
curcol ini bersambung. Nyahahahaha! Udah sampai 2600 kata, nih. Kasihan
pembacanya kalau baca yang panjang-panjang. Saksikan episode berikutnya, guys! *masuk dalam botol jin*
“Jika depresi saat berada di bawah tekanan
itu bisa membuat manusia menjadi lebih baik, seharusnya manusia sejak dulu
selalu depresi di bawah tekanan. Pikirkan lagi..” (-HX7)
0 komentar:
Posting Komentar
...........................