Rabu, 31 Juli 2013

 7/31/2013 01:53:00 PM         No comments



Dari SNMPTN 2013 ke SBMPTN 2013

            Seperti biasa, di saat istirahat pertama seperti ini aku lebih memilih untuk bersantai di kantin dan memesan es teh. Setidaknya itulah skenario yang ingin kulakukan seperti hari-hari sebelumnya, namun hari ini agak berbeda. Di depan papan pengumuman tampak beberapa anak kelas XII sedang berkerumun dan berebutan untuk membaca sesuatu.
            Karena tidak ingin berdesak-desakan, aku menunggu kerumunan itu agar sepenuhnya lenyap. Setelah semua orang itu pergi, aku segera mendekati papan pengumuman dan membaca sebuah poster besar.
            “SNMPTN?” ucapku membaca tulisan besar pada bagian atas poster itu.
            Hooo, ini semacam salah satu “jalan pintas” untuk masuk PTN rupanya. Beberapa temanku sudah membuat keputusan ke mana mereka akan melanjutkan kuliah, begitu juga aku. SNMPTN merupakan salah satu cara menyaring mahasiswa baru dengan mempertimbangkan nilai rapor kelas X, XI, dan XII.
            Singkat cerita, akupun mengisi tujuan PTN yang kuinginkan. Berbeda dengan teman-temanku yang kebanyakan mengisi prioritas satu dan dua dengan PTN lokal di Kalimantan, aku mengisi prioritas satu dan dua dengan PTN di Jawa Barat, sedangkan prioritas tiga dan empat aku isi dengan PTN lokal di Kalimantan. Yah, terlihat terlalu percaya diri dan kemungkinan untuk gagal sangatlah besar.
            Aku tidak terlalu memikirkannya. Yang kutahu, tiket utama untuk masuk PTN adalah melalui tes, bukan jalan pintas yang gambling seperti SNMPTN ini. Meskipun sudah mengikuti SNMPTN, aku tetap memilih belajar untuk berjaga-jaga.
            Tepat di hari pengumuman hasil SNMPTN, beberapa status di Facebook sudah terlihat ramai. Isinya bermacam-macam, ada yang senang karena lulus, ada juga yang menggalau karena tidak lulus. Karena pengumumannya diumumkan secara online, akupun mengunjungi website SNMPTN melalui browser handphone.
            Setelah memasukkan data penting, maka muncullah hasilnya:
            Maaf, Anda tidak dinyatakan lulus SNMPTN 2013.
            Tulisan itu muncul dengan sangat jelas di layar handphone milikku. Sejenak dunia terasa diam. Aku tidak terlalu terkejut dengan hasilnya. Semua sudah diperkirakan.
□□□
 
            Halo! Kembali bertemu lagi dengan saya! *naik tikar terbang* ehem, semoga para pembaca dalam keadaan sehat, ya. Tetap semangat juga bagi makhluk transparan yang lagi diam gak jelas di pojokan sana.
            Hmm, kali ini saya lagi ngambil sebuah tema yang cukup menarik (kayak magnet). Pada tema kali ini, daripada membahas, saya lebih ke arah mau curhat (eakkk). Okelah, anggap aja saya mau berbagi pengalaman. Oke, pasang kacamata pelindungnya, guys. Kita berangkat!

            SNMPTN. Bagi para siswa angkatan 2013 pasti udah gak asing lagi dengan singkatan itu. Saya gak akan bertele-tele menjelaskan apa itu SNMPTN. Kalian bisa aja googling. Yang pasti, SNMPTN adalah suatu metode untuk menyaring mahasiswa baru dengan mempertimbangkan  nilai rapor semua semester dari si siswa selama di SMA.
            SNMPTN memperbolehkan kita untuk memilih dua PTN sebagai pilihan tujuan. Dalam satu PTN itu kita bisa memilih dua fakultas tujuan. Semua diurutkan sesuai dengan prioritas.
            Saat itu semua teman-teman saya segera mengisi prioritas nomor satu dengan PTN dari Kalimantan, sisanya di luar. Sedangkan saya terbalik. Saya mengisi prirotas nomor satu dengan PTN yang ada di Jawa, sisanya di Kalimantan.
            Alhasil, saya gak lulus! *bersorak nyaring* bayangkan, nilai rapor dan NEM saya itu tergolong sangat tinggi di sekolah saya sendiri (NEM tertinggi nomor tiga untuk jurusan IPA). Setelah saya selidiki, beberapa teman saya yang memiliki NEM di ambang prihatin bisa lulus! Uwooo! Seperti ditusuk belati tumpul beracun. Sakiiiiit!
            Saya cari informasi dari teman-teman yang ada di pelosok desa (saya waktu itu sekolah di Ibukota kabupaten), ternyata mereka sebagian besar lulus. Tidak semua, tetapi minimal setiap sekolah ada satu atau dua orang yang lulus. Apa yang ada di benak kalian? Udah sadar?
            Yeps! Mereka lulus karena.......mengisi prioritas satu dengan PTN lokal. Tidak bisa disalahkan, saya juga tidak menyalahkan. Hanya saja ada beberapa yang menjadi bahan pemikiran di otak standar saya ini.
            Berarti......standar nilai untuk PTN lokal kita yang berada di Kalimantan ini tergolong rendah, ya? SNMPTN mengambil nilai rapor sebagai pertimbangan, sedangkan kita tahu bahwa nilai rapor setiap sekolah berbeda-beda dan tidak ada yang bisa menjadi patokan.
            Nilai 7 di sekolah saya sangat sulit dicari karena tingkat soal-soal yang diberikan saat tes sangat mengerikan, sedangkan pada beberapa sekolah memberikan soal yang tidak terlalu sulit sehingga anak didiknya mendapatkan nilai 8,5. Oke, apa bisa kita menganggap anak yang mendapatkan nilai 8,5 itu lebih pandai dari anak di sekolah saya yang mendapatkan nilai 7 di sekolah saya?
            Pernah suatu ketika ada seorang anak pindahan dari sekolah lain ke sekolah saya. Peringkat lima besar di sekolahnya, loh. Pas udah masuk di sekolah saya, masuk sepuluh besar aja nggak *tabur bunga*. Bukannya saya menyombongkan diri atau menyombongkan kualitas sekolah saya. Saya juga gak bermaksud merendahkan sekolah lain. Hanya saja, masih patutkah nilai menjadi patokan? Setelah memerhatikan contoh di atas?
            Ada yang menarik saat menghadapi SNMPTN kemarin. Beberapa teman (dengan sangat percaya diri dan pamer) menceritakan bahwa mereka mengisi pilihan UGM atau UI atau ITB atau ITS sebagai salah satu pilihan mereka masuk, sisanya PTN lokal. Saya mengangguk-angguk polos. Di dalam benak saya, bagaimana kalau gagal? Apa sanggup menghadapi tes yang terkenal sangat sulit itu? Ternyata mereka lulus! Oke, jangan bayangkan mereka masuk PTN top yang saya sebutkan barusan, mereka masuk PTN lokal. Rupanya mereka mengisi PTN top itu sebagai prioritas nomor dua, sedangkan PTN lokal menjadi nomor satu! Sama aja bohong! Buat apa pamer! Mending isi aja satu! *ngakak guling-guling*
            Ng, saya lebih segan sama teman saya yang memilih diam dan mengisi PTN prioritas nomor satu dengan PTN lokal. Gak ada yang salah kok dengan masuk PTN lokal. Saya ujung-ujungnya kalau gagal ke Jawa tetap memilih masuk PTN lokal aja kok ketimbang harus menganggur satu tahun menunggu tes di tahun depan.
            Oke, saya memang gak lulus SNMPTN. Saya gak terlalu kecewa, karena saya mempertahankan target saya: masuk PTN di Jawa. Saya gak akan membuang target saya hanya karena takut gagal di SNMPTN. Saya sudah MEMPERKIRAKAN semuanya, memperkirakan bahwa seandainya saya gagal lalu harus mengikuti tes masuk seperti tahun-tahun yang dulu. Setidaknya saya bisa berdiri tegap sambil ngomong, “setidaknya saya gagal karena menghadapi tembok yang sangat tinggi. Kalian berhasil, berhasil melompati tembok yang rendah.”
            Saya tidak tahu cara atau pola bagaimana yang digunakan oleh pihak SNMPTN untuk menjaring mahasiswa baru. Hanya saja, ada yang aneh juga, sih. Saya punya teman yang memiliki nilai rapor dan NEM biasa-biasa aja tetapi dia menargetkan PTN lokal. Pilihan cerdas. Lalu ada siswa dari pelosok desa yang (katanya) paling pintar dan memiliki nilai rapor dan NEM paling tinggi di sekolahnya menargetkan PTN lokal yang sama. Jreeengggg! Siswa dari desa ini lulus. Saya gak terlalu iri. Yang saya bingung, nilai dan NEM teman saya itu lebih tinggi dari anak dari desa ini!! kenapa malah anak dari desa ini yang lulus?
            Apakah penjaringan mahasiswa baru melalui nilai rapor itu cuma mitos? Apakah pihak SNMPTN menggunakan metode meluluskan siswa yang memiliki nilai tertinggi di sekolahnya saja? Sampai-sampai saya dapat kabar bahwa ada beberapa siswa dari pelosok Kalimantan sana yang lulus SNMPTN. Astaga, ini..........
            Saya bukannya iri, hanya saja ini aneh. Ngaku aja, deh, bayangkan kalian punya nilai rata-rata 80 tetapi tidak masuk dalam jajaran orang-orang pandai di sekolah kalian dan kalian tidak lulus SNMPTN untuk PTN lokal, tahu-tahu kalian dapat kabar bahwa teman kalian waktu SMP yang sekolah di desa memiliki nilai rata-rata 78 dan menjadi juara satu di sekolahnya lulus SNMPTN di PTN lokal yang sama. Apa perasaan kalian? Pengen banting handphone, ya? Ini masalah nilai, tetapi sepertinya nilai itu belum ada patokan.
            Okelah, mungkin hal-hal di atas itu terjadi  karena suatu hal yang dirahasiakan. Mungkin pihak SNMPTN melakukannya agar muncul keadilan yang merata pada setiap sekolah. Mereka mengambil setidaknya satu siswa dari setiap sekolah. Yang menjadi korban metode seperti ini tentu saja anak-anak yang bersekolah di sekolah akreditasi A yang persaingannya sangat sulit sampai-sampai mencari nilai rapor rata-rata 80 aja sulit.
            Sudah bukan rahasia lagi bahwa guru punya hak untuk membuat nilai rapor, kan? Kalau sudah bukan rahasia, metode SNMPTN seperti ini sudah tidak layak lagi dipertahankan. Nilai itu tidak bisa menjadi patokan utama. Para pembaca silakan membaca artikel saya yang sebelumnya yang berjudul: Nilai Itu Cuma Angka. Nah, karena guru bisa memanipulasi nilai yang seharusnya rendah menjadi tinggi, penggunaan nilai rapor tidak bisa menjadi patokan. Tetapi, ada satu hal yang sepertinya bisa menjadi patokan. Nilai Ujian Nasional (UN).
            Ya, nilai UN bisa menjadi patokan yang baik. Meskipun pelaksanaan UN 2012/2013 sempat kocar-kacir. Kita asumsikan bahwa pelaksanaan UN sangat bersih dan tidak ada manipulasi nilai. Kita anggap manipulasi nilai atau kecurangan UN terjadi hanya di sebagian sekolah. Dari nilai UN terlihatlah dengan jelas bagaimana kualitas setiap orang karena nilai UN memegang 60% Nilai Akhir (NA). Jadi, meskipun nilai rapor sudah dimanipulasi, NA tetaplah bergantung pada UN. Terlihat jelas, bahwa orang yang memang sungguh-sungguh pandai akan memiliki NA yang lebih tinggi karena dia dengan mudah bisa menjawab UN.
            Terus, apa hubungannya dengan SNMPTN?
            “Saya lagi menghubungkan pengaruh nilai dengan SNMPTN. Simak aja.”
            Ya, berarti nilai NA dan UN bisa mewakili Nilai Sekolah (NS). Di sini kita akan berpendapat bahwa orang yang sungguh-sungguh pandai dan memiliki NS tinggi pastilah akan mudah menaklukkan UN, kan? Pada kenyataannya itu tidaklah benar. NS tidak bisa menjadi patokan karena sangat rentan bisa dimanipulasi oleh guru. Nilai NS mereka sebenarnya rendah, tetapi secara ajaib menjadi sama dengan anak-anak yang bersekolah di sekolah elit. Banyak yang memiliki NS tinggi tetapi hancur-hancuran di nilai UN. Karena nilai UN udah hancur, nilai NA pun ikut hancur.  Karena itulah tidak heran banyak anak-anak yang memiliki nilai NA sangat rendah tetapi bisa lulus SNMPTN (karena nilai NS yang ekstrem).
            Saya punya teman yang memiliki nilai NA standar (bahkan hampir sangat rendah) yang tidak terlalu istimewa di sekolah kami. Lucunya, nilai dia ini sama dengan nilai NA seorang anak dari sekolah di pelosok. Teman saya gak lulus SNMPTN tapi anak dari pelosok itu lulus di PTN lokal. Saya dan teman saya cuma bisa tertawa terbahak-bahak memerhatikan sistem ini. Padahal jika diperhatikan, nilai NS teman saya sangatlah standar (perhatikan, saya sudah mengatakan bahwa tingkat soal di sekolah saya saat tes sangatlah sulit), tetapi nilai UN miliknya cukup baik. Berbanding terbalik, anak dari pelosok ini memiliki nilai NS yang luar biasa tetapi entah kenapa nilai UN miliknya memprihatinkan. Tentu aja, dengan metode penghitungan matematika, nilai NA mereka bisa aja sama meskipun nilai UN dan NS mereka berbeda. Catat: nilai NS bisa dimanipulasi, nilai UN kemungkinan besar adalah kebenaran. (hanya KEMUNGKINAN. Ini hanyalah pemikiran saya sendiri)
           
            Nah, masih layakkah nilai NS menjadi patokan untuk menjaring mahasiswa baru di SNMPTN? Sekarang kita bisa berpikir lebih terbuka. Tidak semua yang lulus SNMPTN itu kompeten. Tidak, saya tidak mengatakan semua. Saya hanya mengatakan “tidak semua”. Beberapa orang pastilah tetap kompeten. Bersyukurlah kalau kamu lulus SNMPTN karena tidak semua yang mendapatkan tiket spesial seperti kamu. Bagi yang gagal, semoga kalian udah punya persiapan untuk jalur yang lainnya karena SBMPTN juga sudah selesai.
            Keluar dari masalah nilai NS, UN, dan NA, jalur SNMPTN ini punya dua sisi berlawanan. Ada yang positif dan negatif. Dengan otak saya yang labil ini saya akan berusaha menjabarkannya.
           
            Negatif
            1. Tidak semua yang lulus SNMPTN itu kompeten. 2. Siswa yang sesungguhnya pandai bisa saja gagal karena nilainya dikalahkan oleh anak kurang pandai yang memiliki nilai NS termanipulasi.
            Lagipula selain siswa yang benar-benar pandai dirugikan, PTN yang bersangkutan bisa saja dirugikan. Bayangkan, dalam satu PTN ada berapa mahasiswa baru tidak kompeten yang masuk dalam sekali gelombang? PTN harus bersusah payah mendidik seorang mahasiswa yang... you know what I mean. Akhirnya kualitas PTN dan kualitas lulusan mahasiswa PTN tersebut diragukan masyarakat dong.
            Positif
            Eitts, saya selalu menekankan bahwa lihatlah suatu hal dari sudut pandang yang lain. Memang, ada sisi negatif dari SNMPTN tetapi ada juga sisi positifnya loh.
            1. Kurang lebih 50% mahasiswa dari kuota suatu PTN sudah terisi. 2. Orang yang memang benar-benar pandai tidak perlu repot mengikuti tes tertulis.
            Mengadakan tes tertulis itu cukup merepotkan! Ya, itulah pemikiran sebagian besar PTN. Jika suda seperti itu, tentu aja SNMPTN bisa mejadi solusi yang cukup baik. Kapan lagi coba, ada suatu pihak yang menjaringkan mahasiswa-mahasiswa untuk suatu PTN secara besar-besaran. Wajar dong kalau PTN gak mau repot dan menyerahkan penjaringan (kurang lebih) 50% kuota mahasiswa baru melalui SNMPTN. Jadi, pas waktu tes SBMPTN atau tes mandiri, jumlah orang yang ikut tes pun akan berkurang (epic banget dah).
           
            Gimana? Udah terbuka wawasannya tentang SNMPTN 2013? Yah, sekali lagi, selamat buat yang lulus SNMPTN. Tetapi saya lebih respect buat anda yang lulus SBMPTN atau tes tertulis. Kalian hebat karena berhasil melalui tembok besar yang sangat terkenal sulit dilalui sejak dahulu kala. Kalian yang lulus SBMPTN adalah salah satu dari (kurang lebih) 600 ribu orang yang mengikuti SBMPTN di seluruh Indonesia. Cuma 16,67% yang lulus SBMPTN dari total keseluruhan loh. Jangan sia-siakan keberhasilan kalian.
           
            Eh? Udah kelar? Mana curhatnya!??
            “Astaga! Saya lupa! Oke, artikel berikutnya bakal menceritakan pengalaman saya tentang SNMPTN dan SBMPTN!”
            Sekian dulu untuk artikel kali ini. Ini cuma pemikiran dangkal saya. Jangan diambil hati bagi yang lulus SNMPTN. Saya gak benci dengan yang lulus SNMPTN, kok. Saya cuma benci dengan chain accidents memuakkan yang terjadi di dunia ini. Hahaha! Sampai jumpa di artikel berikutnya! *masuk ke dalam gulungan ninja*
            Kadang tembok itu terlalu tinggi. Kau perlu tangga untuk melewatinya. Bukan masalah seberapa tinggi tangga itu tetapi BAGAIMANA CARA KAU MENDAPATKAN DAN MENGGUNAKAN TANGGA ITU.” (-HX7)
           

0 komentar:

Posting Komentar

...........................

Popular Posts

Recent Posts

Click to view my Personality Profile page

Unordered List

"Nilai gak penting, pengetahuan dan wawasan itu yang penting."

Categories

Text Widget

Me.....

Foto saya
Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia
Seorang mahasiswa Pendidikan Matematika yang berusaha untuk menyelamatkan umat manusia dari serangan alien hingga akhirnya sebuah meteor jatuh ke ladang gandum dan jadilah sebuah sereal seperti iklan di televisi.

Followers.....